Tok, tok, tok, ……
Hening
“Eh dengar suara pintu di ketuk gak?” tanya gadis disampingku polos.
“Iyalah itu emang suara pintu, siapa bilang suara hati” jawab teman disampingnya asal.
Aku hanya mendengar seraya menahan tawa. Mau ikut nimbrung, Tapi aku belum kenal mereka, takut dibilang sok kenal kalau tiba-tiba ikut nimbrung.
Yapp. Kami adalah mahasiswa baru disebuah perguruan negeri bergengsi di Surabaya. Kami baru dipertemukan hari ini jadi kita baru saling mengenal tadi pagi. Sempet tanya nama sama kota asal sih, tapi maklum akibat kelamaan nganggur. Otak belum bisa mengingat dengan kuat. Padahal hanya sekedar mengingat nama tapi susahnyaaa, MasyaAllah.
Tok, tok, tok, ……
“Yang bangku belakang” kata seorang dosen mengisyaratkan kepada siswa bangku belakang untuk membukakan pintu.
“Iya pak” jawab si siswa bangku belakang polos.
“Kok malah iya?” nada si dosen sedikit kesal.
“Ha? Iya pak, saya disini” jawab si siswa bangku belakang semakin polos
“Grgrgrgrgrgr…..” karena kesal si dosen pun terpaksa membuka pintu sendiri tanpa menghiraukan si anak bangku belakang yang nampak kebingungan.
Lola.
Setelah sekian lama, pak dosen pun muncul, membawa seorang cowok… hm bukan membawa emang barang dibawa. Kembali ke awal. Setelah sekian lama, pak dosen pun muncul bersama seorang laki-laki. Feeling kusih mengatakan dia juga mahasiswa baru. Dan feeling ku benar.
“Ayo Denan, cari tempat duduk dan perkenalkan dirimu pada teman-teman” kata si dosen pada laki-laki pengetuk pintu itu. Karena aku belum tau namanya untuk saat ini aku menyebutnya laki-laki pengetuk pintu. Hehe
“Halo selamat pagi. Perkenalkan nama saya Denandra Reka Putra, asal Jogjakarta, salam kenal semua” si laki-laki pengetok pintu mengakhiri perkenalannya dengan senyum simpul.
Semua hening. Mata sepenjuru kelas memandang aneh pada si cowok pengetuk pintu itu.
“Halo… salam kenal semua ??” tanya laki-laki pengetok pintu itu lagi.
“Oh iya iya salam kenal juga” kata anak-anak sekelas serentak
Kasak-kusuk.
“Eh kelas kita ada cowoknya ya?
“Dia benar-benar anak sekelas kita?”
“Gaya rek, jurusan tata rias enek arek lanange”
“Bencong mungkin?”
“Iyalah kalo bukan bencong gak mungkin dia masuk tata rias”
“Husst, dia noleh ke kita”
Kasak kusuk pun buyar. Semua anak seketika diam. Salah tingkah ketahuan ngegosip. Si cowok pengetuk pintu eh namanya Denan ya? Oke. Si Denan menoleh ke arah mereka. Dan ternyata Denan hanya menunduk sopan sambil melempar senyum.
Aku yang berada dibangku belakang barisan penggosip hanya tersenyum menahan tawa.
Padahal sejujurnya dalam hati aku juga berpikir
“Ini anak mikir apa coba kok bisa masuk jurusan ini. Anak cowok satu-satunya se-angkatan. Jangan-jangan dia agak kewanita-wanitaan? Ah enggak dia ngomongnya biasa aja kok, gak melambai. Hm, penampilannya? Ya penampilannya?”
Aku melirik sekilas “enggak kok, pakaiannya seperti anak cowok beneran. Lalu kenapa anak ini masuk tatarias??? Jangan-jangan dia………….”
“Homo” teriakku refleks
“Siapa yang homo?” Tanya dosenku yang kaget akibat suara cemprengku
Aku diam
“Siapa yang homo?” Dosen yang aku lupa namanya itu malah mendekat kearaku
“Heh? Gak ada apa-apa kok pak. Tadi saya keinget film yang lagi IN di bioskop pak” jawabku terbata-bata
“Oalah film? Suka liat film ? film jenis apa? Kalau film beladiri seperti jacky chan sama bruuse lee suka gak ?”
Belum sempat menjawab,
“Wah kalau namanya film bela diri saya suka sekali anak-anak. Gerakannya itu loo, emang berbahaya sih, tapi ada unsur seni nya, jadi saya suka”
Aku hanya mengangguk,
Kata hati “yang tanya bapak suka film beladiri itu lo siapa pak?”
“Bla, bla, bla, bla, bla, bla, , bla, bla, bla, bla, bla, , bla, bla, bla, bla, bla, , bla, bla, bla, bla, bla, , bla, bla, bla, bla, bla, bla, bla, bla, bla, bla, , bla, bla, bla, bla, bla, , bla, bla, bla, bla, bla, , bla, bla, bla, bla, bla, bla, bla, bla, bla, bla” pak dosen masih mendongeng
“Bla, bla, bla, bla, bla, bla, , bla, bla, bla, bla, bla, , bla, bla, bla, bla, bla, , bla, bla, bla, bla, bla, , bla, bla, bla, bla, bla, bla, bla, bla, bla, bla, , bla, bla, bla, bla, bla, , bla, bla, bla, bla, bla, , bla, bla, bla, bla, bla, bla, bla, bla, bla, bla” pak dosen masih terus mendongeng
Dan,
“Paaaak, jam nya habis” teriak si anak bangku belakang tadi, mungkin dia balas dendam karna di cuekin diawal tadi.
Pak dosen berambut klimis itu mengernyitkan dahi, melirik jam dinding, jam dinding malu-malu dan semua hening.
“Wah. Untung tadi dosennya kamu ajak ngomong” kata seorang gadis berambut keriting di pojok kelas.
“Yang ngajak ngomong ituloh siapa? Wong bapaknya monolog sendiri” jawabku ngasal.
“Haha gpp, daripada nerangin terus, nerangin nya cepet lagi. Gak paham ngomong apa. CO2, CHO. OHM, OLM, aduh taulah itu tadi apa?”
“Makasih lo ya”
“Iya makasih loh ya”
“Iya, sering-sering gitu aja,mengulur-ngulur waktu, haha”
Sebagian rentetan ucapan anak-anak kepadaku sedetik setelah pak dosen keluar kelas.
Dasar. Mahasiswa jaman sekarang.
………………………….
Aku menoleh ke Denan. Tanpa sengaja dia juga menoleh kepadaku, tersenyum singkat dan meneruskan aktifitasnya.
“Anak yang ramah” batinku.
“Lalu kenapa aku tadi berpikiran negative ke Denan? Seharusnya kan aku tidak boleh seperti itu,aku harus minta maaf. Ya minta maaf, karena aku telah berfikir negative padanya” gumamku pelan.
“Tapi, kalau aku ditanya, kenapa aku meminta maaf, aku jawab apa? Ya masa’ aku harus bilang, maaf aku tadi sempat berpikir bahwa kamu homo, wah gak bener, udah lebih baik aku diam aja, toh dia tidak tau aku tadi mikir apa” jawabku pada pertanyaanku sendiri.
……………………..
Di mading.
Kegiatan rutinku setiap pulang kuliah, aku sempatkan melihat mading walaw hanya sebentar. Sekedar melihat info, kegiatan, seminar apa yang lagi ada di kampus. Ya maklum, kan udah mahasiswa. Katanya seseorang, “kalo udah jadi mahasiswa kita harus aktif mencari info, bukan info yang mencari kita”
Hm, pokoknya aku pernah dengar kata-kata ini. Entah dari siapa, yang penting makasih bagi siapapun yang udah memberitahu aku.
Mataku berkelana di satu demi satu info dan pengumuman di mading. Dan akhirnya mataku meminta berhenti di sebuah poster bertuliskan -Aku ini lilin, rela meleleh demi menerangi dunia- dengan inisial D.R.P dibawahnya
Aku mematung,
Berpikir.
Dan tiba-tiba
“Hai nes, lagi ngapain” Tanya Denan si laki-laki pengetuk pintu padaku, tapi yang jadi pertanyaan kenapa dia bisa tau namaku? Alah lupakan. Itu tidak penting. Yang terpenting sekarang aku merasa gak enak karena tadi udah berpikiran negative padanya.
“Eh gak lagi apa-apa kok nan, Cuma lagi baca mading dan heran sama orang yang nulis artikel ini” jawabku singkat.
“Kenapa heran? Ada yang aneh ?” tanyanya.
“Iyalah, aku ini lilin, rela meleleh demi menerangi dunia” ucapku mengulangi kalimat di poster
“Lalu?” Tanya Denan
“Ya menurutku kenapa rela mengorbankan dirinya demi orang lain kalau dia bisa melakukan sesuatu kepada orang lain tanpa mengorbankan dirinya. Jadi lampu mungkin, kan lebih awet daripada lilin, lebih terang pula” kataku sedikit bercanda.
“Haha Nes Nes. Kamu itu bisa aja, ya mungkin si penulis menulis ini waktu mati lampu, jadi yang menjadi penerangan hanya lilin. Gitu nes” jawab Denan sedikit bercanda pula.
“Tapi lo Nan. Kan ada lampu tempel yang diisi minyak tanah itu loh. Jadi kan dia gak harus meleleh. Kan kasian dianya kalau meleleh” pasti wajahku saat ini iba.
“Hm, ya mungkin, dia ingin dikenang dengan cara berbeda, mungkin dengan meleleh orang sekitarnya akan yakin bahwa ia benar-benar menyayangi mereka” mimik muka Denan berubah. Dia terlihat serius dengan jawabannya.
Aku tak berani berkomentar. Sejak saat itu aku tau denan berbeda.
…………………………………
Waktu cepat berlalu.
“Sin, sinchan ayo ke kelas udah masuk nih” panggil ku ke Denan.
“Hupt, kenapa aku harus kau panggil sinchan sih Nes? Malu tau diketawain orang-orang dikantin” denan nyerocos smbil berlalu pergi meninggalkanku dibelakang.
“Cie marah cie” aku menggodanya.
“Enggak” jawabnya singkat. Dia mencoba menampakkan raut muka marah. Tapi aku tau Denan tidak bisa marah padaku. Aku tidak akan tertipu oleh acting nya. Haha.
“Habis alismu tebel kayak sinchan sih. Unyu unyu” aku meggodanya lagi, aku senang sekali kalau denan ngambek, wajahnya benar-benar mirip sinchan kala itu.
…………………
Aku dan Denan telah bersahabat, entah sejak kapan, tau tau kita sering bersama dan merasa cocok, jadi kta mengikrarkan diri sebagai sepasang sahabat.
Aku tak pernah mempermasalahkan tentang pilihan aneh nya masuk tatarias. Aku juga tak mau bertanya kenapa dia masuk tatarias. Tak mempermasalahkannya seperti anak-anak lain yang selalu bertanya padanya
“Nan kenapa kamu masuk tatarias? Salah jurusan ya?” atau “Nan, kamu itu kepikiran apa waktu ngambil tatarias kamu kan cowok” dan pertanyaan lain semacam itu yang selalu dijawabnya dengan jawaban
“Gak ada pengen aja” disertai senyum simpul khas nya.
Banyak juga yang menyuruhku bertanya padanya, mereka berpikir kalau aku yang bertanya pasti akan dijawab. Karena aku aku sahabatnya. Tapi aku selalu menolak. Memang apa hubungannya persahabatan dengan keputusan orang lain atau bisa dibilang rahasia orang lain? dari dulu aku berprinsip tidak akan mencampuri urusan atau keputusan orang lain. Karena aku amat sangat tau dicampuri itu sangat amat menyebalkan. Jadi aku hanya tersenyum dan menjawab “Tanya sendiri ke Denan ya”
Biar orang berpikir apa ke Denan. Yang aku tau Denan itu apa adanya.
Ya dia apa adanya. Tidak peduli apa kata orang, Dia berani berbeda. Menjadi diri sendiri. Tidak memakai topeng seperti aku dan kebanyakan orang lainnya.
Dan beberapa waktu ini aku mendapatkan info yang sedikit mengejutkan. Ternyata “si Lilin”. Eh maksudku si penulis aku ini lilin, rela meleleh demi menerangi dunia adalah Denan. Ya, D.R.P adalah Denandra Reka Putra. Dan anehnya. Kenapa aku tidak kepikiran dari dulu???
Jujur. Sejak lama aku diam-diam mengagumi si D.R.P itu, si D.R.P yang selalu menuliskan kata-kata bijak di mading. Dan aku baru tau kukagumi selama ini adalah sahabatku sendiri. Shincan. Haha sinchan aku mengagumimu. Ya. Aku mengagumimu.
SISKA ANGGRAINI PUTRI - @akusiska