Rabu, 17 April 2013

SEKOLAH PARA BINATANG

Ini nih artikel KEREN. Baca-renungkan-hayati-bertindak ! (


 SEBUAH RENUNGAN UNTUK PARA ORANG TUA, GURU dan PETINGGI NEGERI 




Syahdan di tengah-tengah hutan belantara Sumatera berdirilah sebuah sekolah untuk para binatang dengan status “disamakan dengan manusia”, sekolah ini dikepalai oleh seorang manusia.Karena sekolah tersebut berstatus “disamakan”, maka tentu saja kurikulumnya juga harus mengikuti kurikulum yang sudah standar dan telah ditetapkan untuk manusia.Kurikulum tersebut mewajibkan bahwa untuk bisa lulus dan mendapatkan ijazah ; setiap siswa harus berhasil pada lima mata pelajaran pokok dengan nilai minimal 8 pada masing-masing mata pelajaran.


Adapun kelima mata pelajaran pokok tersebut adalah; Terbang, Berenang, Memanjat, Berlari dan MenyelamMengingat bahwa sekolah ini berstatus “Disamakan dengan manusia”, maka para binatang berharap kelak mereka dapat hidup lebih baik dari binatang lainya, sehingga berbondong-bondonglah berbagai jenis binatang mendaftarkan diri untuk bersekolah disana; mulai dari; Elang, Tupai, Bebek, Rusa dan Katak


Proses belajar mengajarpun akhirnya dimulai, terlihat bahwa beberapa jenis binatang sangat unggul dalam mata pelajaran tertentu;


Elang sangat unggul dalam pelajaran terbang; dia memiliki kemampuan yang berada diatas binatang-binatang lainnya dalam hal melayang di udara, menukik, meliuk-liuk, menyambar hingga bertengger didahan sebuah pohon yang tertinggi.


Tupai sangat unggul dalam pelajaran memanjat; dia sangat pandai, lincah dan cekatan sekali dalam memanjat pohon, berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya. Hingga mencapai puncak tertinggi pohon yang ada di hutan itu


.Sementara bebek terlihat sangat unggul dan piawai dalam pelajaran berenang, dengan gayanya yang khas ia berhasil menyebrangi dan mengitari kolam yang ada didalam hutan tersebut.


Rusa adalah murid yang luar biasa dalam pelajaran berlari; kecepatan larinya tak tertandingi oleh binatang lain yang bersekolah di sana. Larinya tidak hanya cepat melainkan sangat indah untuk dilihat.Lain lagi dengan


Katak, ia sangat unggul dalam pelajaran menyelam; dengan gaya berenangnya yang khas, katak dengan cepatnya masuk kedalam air dan kembali muncul diseberang kolam.


Begitulah pada mulanya mereka adalah murid-murid yang sangat unggul dan luar biasa dimata pelajaran tertentu. Namun ternyata kurikulum telah mewajibkan bahwa mereka harus meraih angka minimal 8 di semua mata pelajaran untuk bisa lulus dan mengantongi ijazah.


Inilah awal dari semua kekacauan.itu; Para binatang satu demi satu mulai mempelajari mata pelajaran lain yang tidak dikuasai dan bahkan tidak disukainya.


Burung elang mulai belajar cara memanjat, berlari, namun sayang sekali untuk pelajaran berenang dan menyelam meskipun telah berkali-kali dicobanya tetap saja ia gagal; dan bahkan suatu hari burung elang pernah pingsan kehabisan nafas saat pelajaran menyelam


.Tupaipun demikian; ia berkali-kali jatuh dari dahan yang tinggi saat ia mencoba terbang. Alhasil bukannya bisa terbang tapi tubuhnya malah penuh dengan luka dan memar disana-sini.Lain lagi dengan bebek, ia masih bisa mengikuti pelajaran berlari meskipun sering ditertawakan karena lucunya, dan sedikit bisa terbang; tapi ia kelihatan hampir putus asa pada saat mengikuti pelajaran memanjat, berkali-kali dicobanya dan berkali-kali juga dia terjatuh, luka memar disana sini dan bulu-bulunya mulai rontok satu demi satu.


Demikian juga dengan binatang lainya; meskipun semua telah berusaha dengan susah payah untuk mempelajari mata pelajaran yang tidak dikuasainya, dari pagi hingga malam, namun tidak juga menampakkan hasil yang lebih baik.


Yang lebih menyedihkan adalah karena mereka terfokus untuk dapat berhasil di mata pelajaran yang tidak dikuasainya;perlahan-lahan Elang mulai kehilangan kemampuan terbangnya; tupai sudah mulai lupa cara memanjat, bebek sudah tidak dapat lagi berenang dengan baik, sebelah kakinya patah dan sirip kakinya robek-robek karena terlalu banyak berlatih memanjat. Katak juga tidak kuat lagi menyelam karena sering jatuh pada saat mencoba terbang dari satu dahan ke dahan lainnya.


Dan yang paling malang adalah Rusa, ia sudah tidak lagi dapat berlari kencang, karena paru-parunya sering kemasukan air saat mengikuti pelajaran menyelam.Akhirnya tak satupun murid berhasil lulus dari sekolah itu; dan yang sangat menyedihkan adalah merekapun mulai kehilangan kemampuan aslinya setelah keluar dari sekolah


.Mereka tidak bisa lagi hidup dilingkungan dimana mereka dulu tinggal, ya.... kemampuan alami mereka telah terpangkas habis oleh kurikulum sekolah tersebut.


 Sehingga satu demi satu binatang-binatang itu mulai mati kelaparan karena tidak bisa lagi mencari makan dengan kemampuan unggul yang dimilikinya..


Tidakkah kita menyadari bahwa sistem persekolahan manusia yang ada saat inipun tidak jauh berbeda dengan sistem persekolahan binatang dalam kisah ini. 


Kurikulum sekolah telah memaksa anak-anak kita untuk menguasai semua mata pelajaran dan melupakan kemampuan unggul mereka masing-masing.Kurikulum dan sistem persekolahan telah memangkas kemampuan alami anak-anak kita untuk bisa berhasil dalam kehidupan menjadi anak yang hanya bisa menjawab soal-soal ujian.


Akankah nasib anak-anak kita kelak juga mirip dengan nasib para binatang yang ada disekolah tersebut?


Keluarga Indonesia yg peduli pendidikan anak bangsa,


Bila kita kaji lebih jauh produk dari sistem pendidikan kita saat ini bahkan jauh lebih menyeramkan dari apa yang digambarkan oleh fabel tersebut; bayangkan betapa para lulusan dari sekolah saat ini lebih banyak hanya menjadi pencari kerja dari pada pencipta lapangan kerja, betapa banyak para lulusan yang bekerja tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan yang digelutinya selama bertahun-tahun, sebuah pemborosan waktu, tenaga dan biaya.


Betapa para lulusan sekolah tidak tahu akan dunia kerja yang akan dimasukinya, jangankan kemapuan keahlian, bahkan pengetahuan saja sangatlah pas-pasan, betapa hampir setiap siswa lanjutan atas dan perguruan tinggi jika ditanya apa kemampuan unggul mereka, hampir sebagian besar tidak mampu menjawab atau menjelaskannya.


Begitupun setelah mereka berhasil mendapatkan pekerjaan, berapa banyak dari mereka yang tidak memberikan unjuk kerja yang terbaik serta berapa banyak dari mereka yang merasa tidak bahagia dengan pekerjaanya.Belum lagi kita bicara tentang carut marut dunia pendidikan yang kerapkali dihiasi tidak hanya oleh tawuran pelajar melainkan juga tawuran mahasiswa.


Luar biasa “Maha Siswa” julukan yang semestinya dapat dibanggakan dan begitu agung karena Mahasiswa adalah bukan siswa biasa melainkan siswa yang “Maha”. Namun nyatanya ya Tawuran juga.Apa yang menjadi biang keladi dari kehancuran sistem pendidikan di negeri ini...?


1. Sistem yang tidak menghargai prosesBelajar adalah proses dari tidak bisa menjadi bisa. Hasil akhir adalah buah dari kerja setiap proses yang dilalui. Sayangnya proses ini sama sekali tidak dihargai; siswa tidak pernah dinilai seberapa keras dia berusaha melalui proses. Melainkan hanya semata-mata ditentukan oleh ujian akhir

.

2. Sistem yang hanya mengajari anak untuk menhafal bukan belajar dalam arti sesunguhnyaApa beda belajar dengan menghafal; Produk dari sebuah pembelajaran kemampuan atau keahlian yang dikuasai terus menerus. 


Contoh yang paling sederhana adalah pada saat anak belajar sepeda. Mulai dari tidak bisa menjadi bisa, dan setelah bisa ia akan bisa terus sepanjang masa. 


Sementara produk dari menghafal adalah ingatan jangka pendek yang dalam waktu singkat akan cepat dilupakan.Perbedaan lain bahwa belajar membutuhkan waktu lebih panjang sementara menghafal bisa dilakukan hanya dalam 1 malam saja.


Padahal pada hakekatnya Manusia dianugrahi susunan otak yang paling tinggi derajadnya dibanding mahluk manapun didunia.


Fungsi tertinggi dari otak manusia tersebut disebut sebagai cara berpikir tingkat tinggi atau HOT; yang direpresentasikan melalui kemampuan kreatif atau bebas mencipta serta berpikir analisis-logis; sementara fungsi menghafal hanyalah fungsi pelengkap.


Keberhasilan seorang anak kelak bukan ditentukan oleh kemampuan hafalannya melainkan oleh kemampuan kreatif dan berpikir kritis analisis


.3. Sistem sekolah yang berfokus pada nilaiNilai yang biasanya diwakili oleh angka-angka biasanya dianggap sebagai penentu hidup dan matinya seorang siswa


Begitu sakral dan gentingnya arti sebuah nilai pelajaran sehingga semua pihak mulai guru, orang tua dan anak akan merasa rasah dan stress jika melihat siswanya mendapat nilai rendah atau pada umumnya dibawah angka 6 (enam).


Setiap orang dikondisikan untuk berlomba-lomba mencapai nilai yang tinggi dengan cara apapun tak perduli apakah si siswa terlihat setangah sekarat untuk mencapainya.Nyatanya toh dalam kehidupan nyata, nilai pelajaran yang begitu dianggung-anggungkan oleh sekolah tersebut tidak berperan banyak dalam menentukan sukses hidup seseorang.Dan lucunya sebagian besar kita dapati anak yang dulu saat masih bersekolah memiliki nilai pas-pasan atau bahkan hancur, justru lebih banyak meraih sukses dikehidupan nyata.Mari kita ingat-ingat kembali saat kita masih bersekolah dulu; betapa bangganya seseorang yang mendapat nilai tinggi dan betapa hinanya anak yang medapat nilai rendah; dan bahkan untuk mempertegas kehinaan ini, biasanya guru menggunakan tinta dengan warna yang lebih menyala dan mencolok mata.


Sementara jika kita kaji lagi; apakah sesungguhnya representasi dari sebuah nilai yang diagung-agungkan disekolah itu...?


Nilai sesungguhnya hanyalah representasi dari kemampuan siswa dalam “menghapal” pelajaran dan “subjektifitas” guru yang memberi nilai tersebut terhadap siswanya.


Meskipun kerapkali guru menyangkalnya, cobalah anda ingat-ingat; berapa lama anda belajar untuk mendapatkan nilai tersebut; apakah 3 bulan...? 1 bulan..? atau cukup hanya semalam saja..?


Kemudian coba ingat-ingat kembali, jika dulu saat bersekolah, ada diantara anda yang pernah bermasalah dengan salah seorang guru; apakah ini akan mempengaruhi nilai yang akan anda peroleh..?


Jadi wajar saja; meskipun kita banyak memiliki orang “pintar” dengan nilai yang sangat tinggi; negeri ini masih tetap saja tertinggal jauh dari negara-negara maju. Karena pintarnya hanya pintar menghafal dan menjawab soal-soal ujian


.4. Sistem pendidikan yang Seragam-sama untuk setiap anak yang berbeda-bedaSiapapun sadar bahwa bila kita memiliki lebih dari 1 atau 2 orang anak; maka bisa dipastikan setiap anak akan berbeda-beda dalam berbagai hal.Andalah yang paling tahu perbedaan-perbedaanya. 


Namun sayangnya anak yang berbeda tersebut bila masuk kedalam sekolah akan diperlakukan secara sama, diproses secara sama dan diuji secara sama.


Menurut hasil penelitian Ilmu Otak/Neoro Science jelas-jelas ditemukan bahwa satiap anak memiliki kelebihan dan sekaligus kelemahan dalam bidang yang berbeda-beda.Mulai dari Instingtif otak kiri dan kanan, Gaya Belajar dan Kecerdasan Beragam. 


Sementara sistem pendidikan seolah-oleh menutup mata terhadap perbedaan yang jelas dan nyata tersebut yakni dengan mengyelenggaraan sistem pendidikan yang sama dan seragam.


Oleh karena dalam setiap akhir pembelajaran akan selalu ada anak-anak yang tidak bisa/berhasil menyesuaikan dengan sistem pendidikan yang seragam tersebut


5. Sekolah adalah Institusi Pendidikan yang tidak pernah mendidikSekilas judul ini tampaknya membingungkan; tapi sesungguhnya inilah yang terjadi pada lembaga pendidikan kita.


Apa beda mendidik dengan mengajar...?


Ya.. tepat!, mendidik adalah proses membangun moral/prilaku atau karakter anak sementara mengajar adalah mengajari anak dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak bisa menjadi bisa.


Produk dari pengajaran adalah terbangunnya cara berpikir kritis dan kreatif yang berhubungan dengan intelektual sementara produk dari pendidikan adalah terbangunnya prilaku/akhlak yang baik.


Ya..! memang betul dalam kurikulum ada mata pelajaran Agama, Moral Panca Sila, Civic dan sebagainya namun dalam aplikasinya disekolah guru hanya memberikan sebatas hafalan saja; bukan aplikasi dilapangan.


Demikian juga ujiannya dibuat berbasiskan hafalan; seperti hafalan butir-butir Panca Sila dsb.


Tidak berdasarkan aplikasi siswa dilapangan seperti praktek di panti-panti jompo; terjun menjadi tenaga sosial, dengan sistem penilaian yang berbasiskan aplikasi dan penilaian masyarakat (user base evaluation).





Jadi wajar saja jika anak-anak kita tidak pernah memiliki nilai moral yang tertanam kuat di dalam dirinya; melainkan hanya nilai moral yang melintas semalam saja dikepalanya dalam rangka untuk dapat menjawab soal-soal ujian besok paginya.



Mari kita renungkan bersama !

Rabu, 10 April 2013

Desa asing dengan nama aneh itu ...

Desa asing dengan nama aneh itu menyimpan sebuah cerita.

Aku adalah seseorang yang ingin tau segala bentuk hal baru.

Tanggal 28-30 maret yang lalu saya dan 11 teman saya mengikuti kegiatan PKS di desa balongpanggang kecamatan Gresik. Desa yang asing, apalagi bagi seorang mahasiswa baru perantauan sepertiku. Jujur aku mengikuti kegiatan PKS ini pada awalnya memang untuk mengisi waktu luang daripada nganggur dikosan lagipula aku juga menyukai hal-hal baru, hal-hal yang belum pernah ku lakukan sebelumnya. Dan pastinya hal tersebut harus hal yang bersifat positif. Nah, kegiatan PKS iniadalah kesempatan untukku.
Pada awalnya aku tidak mengetahui kegiatan ini, karena info dari salah satu kakak senior di kampus hanya sekilas saja. Belum benar-benar tau membuat saya ingin benar-benar tau apa sih PKS in ? Mengikuti rapat di malam hari dengan suasana hati was-was karena takut gerbang kos ditutup . Demi apa ? Demi sebuah komitmen mengikuti PKS ini.


Di awal saya menganggap kegiatan PKS ini hanya kegiatan Pelatihan Sosial biasa. Hanya sekedar membantu warga di sebuah desa. Halah paling hal yang biasa diceritakan kakak-kakak kelas sebelumnya. Saya beranggapan kegiatan ini membantu secara obyektif sebuah desa, intinya saya beranggapan kegiatan ini "biasa-biasa saja'". Ternyata kegiatan ini berbeda. Kegiatan ini membuat saya mengerti benar apa arti kehidupan, kehidupan yang sebenarnya. Kehidupan yang sebenarnya kita tau tapi belum kita sentuh dan pandang dengan hati.

Disana aku menjadi seseorang yang benar-benar sederhana tidak mengenal perangkat elektronik, media sosial, kehidupan pribadi dsbnya. Disana saya belajar menjadi pribadi yang baru dari hari-hari biasanya. Tanpa sadar melalui kegiatan PKS ini aku menyadari bahwa kegiatan rutin yang biasa aku lakukan kebanyakan merupakan kegiatan untuk kepentingan diri sendiri. Disini aku belajar kehidupan dari keluargaku disana. Kenapa aku menyebutnya keluargaku?bukan keluarga baru? Karena aku dianggap dan menganggap mereka keluarga, bukan kenalan baru, bukan orang baru, dan bukan seseorang yang aku tumpangi rumahnya.

Ya, disana aku menumpangi sebuah rumah yang amat sangat sederhana. Aku tidak sempat berpikir kenapa keluarga tersebut mau rumahnya ditumpangi seseorang yang sepertiku. Seseorang yang manja dan terlalu santai menjalani kehidupan. Tidak berpikir terlalu keras dalam menjalani kehidupan. Aku sadar kehidupanku mengikuti arus. Dsana aku sadar bahwa kehidupan itu keras bahkan amat sangat keras.

Pernah merasakan keringat kering di wajah? Mungkin ini berlebihan tapi ini nyata. Disana aku menjadi buruh tandur di sawah, yang merasakan panasnya terik sinar matahari. Keringat ku langsung kering karena tertepa sinar tengah hari. Panas ? memang, tapi haruskah aku mengeluh ketika melihat ibu-ibu tua dan paruh baya itu tak mengenal lelah? Menjawab tak lelah ketika disuruh beristirahat. Menjawab tidak apa-apa ketika ditanya "gak kesel ta nduk?" Gimana aku yang masih muda ini beristirahat, jika emak gendruk yang renta tetap melanjukan pekerjaannya? . Aku menjadi pribadi yang berpura-pura kuat saat itu. Aku saat itu munafik, menjawab tidak padahal faktanya iya, menjawab tidak apa-apa ketika jawaban sebenarnya adalah "apa-apa". 

Perjuangan emak yang tua yang seharusnya sudah dirumah dan menikmati masa mudanya masih berlangsung. 

Ketika aku bertanya "mak kenapa gak dirumah aja, kan emak sudah tua?" emak dengan polosnya menjawab "lah terus nanti makan apa?" miris.
Walau emak mempunyai anak yang semuanya bekerja beliau tidak mau membebani mereka. Katanya "ya emang mbak widya karo mbak yuni sampun nyambut gawe tapi kan jenenge wong enom nduk, mesti kan duwe kebutuhan dewe-dewe gak enak lek emak nampung terus, mumpung emak sek iso nyambut gawe, lagipula lek emak iki meneng wae ndek omah iku kesel gak enak gak iso kumpul karo konco-konco," 

 Lihat, dalam tubuh yang sudah renta Emak tidak hanya memikirkan diri sendiri dia masih memikirkan orang lain.. Luar biasa.

Namun menurut emak yang dilakukan sekarang ini tidaklah berat. Dulu katanya lebih berat, emak sebelumnya bekerja sebagai pedagang keliling di desanya menjajakan apa saja yang bisa ia jual. Pagi menjual rujak sorenya menjual gorengan. Bangun jam setengah satu pagi untuk mempersiapkan dagangan. Di jam segitu aku pasti masih terlelap, terbuai dalam mimpi. Tapi emak ? Fisiknya tak pernah lelah untuk bekerja.

Namun, suatu ketika sang pekerja keraspun roboh. Tubuhnya sudah terlalu capek untuk bekerja, emak sakit keras. 1 tahun beliau tak bekerja.

Tapi itu satu tahun lalu, sekarang? emak sudah sembuh. Dan lihat, emak kembali seperti sebelumnya, sang pekerja keras.

Disawah bukan hal yang mudah. Bertaruh dengan sinar matahari dengan fisik yang renta merupakan ironi kehidupan di sebuah desa. Nenek-nenek tua yang sudah akrab dengan lumpur merupakan hal biasa. Disana aku melihat kerja keras emak.. Mandi di telaga untuk mengusir  panas sekaligus menghilangkan lumpur-lumpur kotor di badan merupakan rutinitas. Lucu, ketika melihat emak berenang di telaga seperti anak kecil. :)

Disawah itu capek. Aku sempat merasakan pegal-pegal di sekitar kaki sesudah tandur di sawah. Kalau orang jawa bilang "njarem". Disawah aku belajar Menghargai nasi, menghargai setiap butir nasi berarti menghargai kerja keras sang penanam padi.

Aku juga sempat menjadi buruh pembuat keset. Buruh pembuat keset, merasakan ketika waktu 1,5 jam hanya dihargai 500rupiah. Ya, membuat keset bukan hal yang mudah harus teliti dan harus sabar duduk diam dengan tumpukan kain perca beraneka warna.  Mungkin menurut pandangan orang membuat keset itu mudah, hanya menganyam kain perca sehingga menjadi sebuah bentuk kotak yang mereka sebut keset. Tapi membuat kset harus diperlukanketelitian dan kesbaran ekstra. Bukan itu saja, tanpa sadar membuat keset kita juga berkreativitas menhadirkan pola-pola indah. Keset yang kita injak tanpa sadar terdapat semangat juang pembuatnya. Semangat juang untuk hidup, menjalani kehidupan dan kesabaran .

Aku sadar. Aku merupakan tipe orang yang manja, yang terlalu santai menjalani kehidupan, maklum aku anak bungsu dari 3 bersaudara dan kakak-kakak saya laki-laki semua. Bisa dibayangkan kan bagaimana kehidupanku ? Ya kamu benar. Aku dulu terbiasa menjadi anak yang dimanja yang selalu menangis apabila keinginanku tidak terpenuhi. Itu waktu SD, beranjak SMA  sedikit mendingan hanya "mrengut" kalau keinginanku tidak dipenuhi. Lucu kalau mengingat sifatku itu. Sedikit sensitif dan terkadang ingin menang sendiri. Akan bekerja bila disuruh,aku tipe penunggu perintah, sadar tapi tidak bergerak. Mengerti tapi tidak mau bertindak. 

Disana aku berubah. Berubah menjadi lebih baik. Melakukan hal tanpa disuruh, menyadari dan bergerak, mengerti dan langsung bertindak. Mencoba dan belajar menjadi sesuatu yang berbeda itu menyenangkan.
Disana aku menemukan arti kerja keras, perjuangan, keikhlasan, kesabaran dan cinta. 

Disawah aku belajar kerja keras mencari uang, kerja keras membahagiakan keluarga, kerja keras pantang menyerah, keikhlasan waktu dan tenaga. Dengan keadaan yang pas-pasan aku masih tetap dimanja, padahal aku tak ingin dimanja. Aku dianggap menjadi anak padahal aku orang yang baru dikenalnya. 

Keluarga mak gendruk menganggap anak yang baru dikenalnya ini keluarga. Bahagia :)

Rumah mak gendruk yang kecil di huni oleh 6 anggota keluarga. Bisa dibayangkan bagaimana sempitnya rumah itu ketika disana. Dirumah kecil itu tinggal mak gendruk, mbak widya, hendrik, mbak yuni dan bapak hendrik yang aku lupa namanya. Cucu mak gendruk hendrik masih kelas 2SD, mbak widya anak bungsu mak gendruk merupakan lulusan SMP yang tak mempunyai ijazah. Kenapa?  ijazah mbak Widya masih berada disekolah lamanya, tidak bisa diambil karena tak sanggup menebusnya. Katanya, perlu uang 500ribu untuk menebus,. 

Aku sempat berkata "loh, mbak Wid kan kerja seh, kenapa uangnya gak di tabung buat nebus? Kan enak mbak bisa ngelanjutin paket C, lumayan lo buat nyari pekerjaan" mbak Widya menjawab santai "ya kapan-kapan saja, ini masih mengumpulkan uang, lagipula banyak juga kok siswa disini yang ijazahnya masih disana" 
Agak nyesek dengan pandangan pendidikan disana. 

Usia mbak widya hanya lebih tua setahun dariku, tapi dia sudah bekerja di sebuah pabrik kayu. agak jauh dari rumahnya sehingga harus ngekos dan pulang seminggu sekali. Sebenarnya banyak pabrik disekitar sana, namun ia ingin mencari pengalaman, ya walaupun ia harus rela sebagian gajinya untuk membayar kos. 
"Kenapa tidak wirausaha mbak ?"
"Enggak masih belum punya modal, disini yang ada hanya buruh, ya buruh keset ini salah satunya. Buruh keset itu murah. Orang yang sudah ahli saja mungkin hanya bisa menghasilakan 20 keset dalam 1hari. Berarti 500x20=10.000, murah kan? Makanya aku lebih memilih kerja di pabrik." Ironi di sebuah pedesaan.

Kain perca yang warna-warni dan karena terlalu capek menganyam keset yang tidak selesai-selesai membuat ku berpikir sesuatu, kuanyam kain perca itu menjadi bentuk "kelabang" , pita kecil dsbnya. Maklum dirumah, nenekku seorang penjahit jadi aku sedikit bisa kalau hal mengolah kain.

Lucu, sebuah accesoris sederhana sudah jadi dan kalau dipoles sedikit memiliki harga jual. "Kalau di kota ini bisa di pakek buat bando atau accesoris kerudung lo mbak, agak mahal daripada buat keset ini, udah murah lama pula buatnya"  kataku disertai tawa kami berdua.

Hendri. Seorang anak yang masih emang berpikiran anak-anak. Bermain adalah kegiatannya. Tapi entah kenapa ketika aku disana Hendri menjadi anak rumahan, selalu mengikuti ku. Tiap malam aku menyempatkan untuk belajar bersama Hendri, aku senang belajar bersama anak-anak. Entah karena jiwaku yang kekanak-kanakan atau mungkin karena aku terbiasa dengan kegaiatn rutinku di Pijar "Pondok Indonesia Belajar" sebuah komunitas sosial yang aku ikuti di kampus. Komunitas sosial yang peduli akan anak di sebuah kampoeng.

Bersama Hendri, kita belajar matematika, bahasa inggris dsbnya. Namun ketika aku di suruh mengajarinya bahasa.jawa aku menolak, bagaimana tidak ? Aku saja tidak terlalu fasih berbahasa jawa inggil. Hehe. 

Ketika aku pulang aku terkaget ketika Hendri menangis ketika aku berpamitan pulang. Seorang anak laki-laki ini ternyata cengeng. Adikku. Dan setelah aku pulang adan melakukan kegiatan rutin mahasiswa seperti biasanya aku sempat terkaget ketika Hendri mengirim sms singkat di nomer ku. Haru, ternyata Hendri masih mengingatku. :(

Ternyata waktu 3 hari sangat cepat. Hari dari mulai memahami apa itu PKS, memulai persiapan, rapat malam hari, pelatihan pembuatan kerajinan dari plastik, hari pemberangkatan, jam-jam menuju desa balongpanggang, berkumpul di balai desa, mencari rumah dan keluarga yang kan ditempati, bekerja menjadi buruh disawah, menjadi buruh pembuat keset, hari pelatihan lastik buat warga sekitar, hari kepulangan, dan sebgainya.

Desa asing dengan nama yang aneh itu menyimpan sebuah cerita.

Hari-hari dari mulai hari pertama sampai hari berpamitan merupakan hari yang istimewa. Air mata tiba-tiba jatuh tanpa sebab, benar-benar jatuh tanpa sebab. Tiba-tiba ingin menangis, entah karena ingat mereka yang telah menjadikakku keluarga, atau tersadar akan arti kehidupan.

Kegiatan PKS ini sangat hidup dan menghidupkan jiwa pengabdian kami. Kami ber-11 yang mengikuti PKS ini benar-benar tersadar bahwa berbagi tidak harus memberi, namun berbagi juga bisa dilakukan dengan berbagi semangat untuk tetap menjalani kehidupan, keceriaan, nasihat kecil, berbagi telinga untuk mendengarkan keluh kesah, membagi apa saja yang bisa dibagi :)
Saya berharap kegiatan PKS ini bisa dilakukan kembali tahun depan.

Kegiatan PKS ini benar-benar memberi mamfaat secara real. Bukan hanya sebuah kegiatan yang akan terlupakan begitu saja. Pengalaman-pengalaman yang kita dapatkan di PKS ini masih membekas dan tak pernah pudar.

Diharapkan kegiatan PKS selanjutnya akan lebih dari ini, ini sudah istimewa diharapkan besok bisa lebih amat istimewa, pemilihan rumah dan kelurga yang ditempati harus benar-benar terpikirkan secara matang. Aku siap mencari ilmu dari arti sebuah pengabdian di dalam komunitas FEM

Semangat berbagi :)
Siska Anggraini Putri. 09-04-2013