Baru-baru ini saya melihat salah satu demo yang dilakukan teman-teman mahasiswa di depan kantor pusat Universitas ku. Membawa tulisan kritikan terhadap tirani.
Mereka mengkritik tidak transparansinya panitia pelaksana Pemilihan Rektor, sehingga terkesan ditutup-tutupi. Kegeraman mereka ditambah dengan adanya rumor bahwa suara mahasiswa hanya merupakan sebuah aspirasi dan tidak masuk dalam penghitungan. Mereka menganggap hal itu tidak adil dan bla bla bla ………
Saya tidak akan membahas tentang itu disini, namun saya akan membahas dari sudut pandang yang lain.
Perlu disadari dibalik demo tersebut, diluar sana banyak mahasiswa yang apatis dan tidak memperdulikan siapapun yang nantinya bakal menduduki kursi Rektor. Mereka meyakini (terlepas dari faktor kepentingan yang dibawa) siapapun yang nantinya akan berada di kursi tertinggi kekuasaan akan tetap melakukan yang terbaik bagi Lembaga Pendidikan yang dipimpinnya . Tidak mungkin seorang pemimpin menginginkan keburukan kan ?
Melihat hal itu, seharusnya para teman-teman yang berada di jajaran pendemo harus menyadari mereka berdemo atas nama mahasiswa. Tapi mahasiswa lainnya tidak ambil pusing mengenai hal itu.
Bukankah lebih baik jika, kita melakukan perbaikan dalam diri mahasiswa yang apatis. Agar ikut serta dalam demokrasi yang ada dikampus ?
Bukankah lebih baik jika, kita mendengarkan komentar teman-teman mahasiswa kampus pasif lainnya tentang demokrasi dikampus ? misalnya melakukan survey berbentuk angket, sehingga ketika berdemo tidak hanya tulisan kritikan saja yang dibawa namun juga membawa bukti otentik suara aspirasi mahasiswa yang ada diluar sana. Jadi Demo tidak hanya perwujudan pemikiran beberapa individu saja.
Bila seseorang mengatakan demo adalah jalan terakhir setelah gagal melakukan mediasi. Oke, saya terima. Lalu bagaimana dengan demo yang berlanjut ke demo-demo lainnya? Kalau itu demo masak tidak apa-apa, namun kalau demo itu mengarah ke anarkisme dan perusakan fasilitas umum. Pantaskah kaum intelektual yang bernama mahasiswa melakukan hal tersebut ?
Sekarang, saya menentang demo dan tegas mengatakan semua demo bukanlah suatu yang benar. Kenapa ? miris jika melihat demo-demo dijalan yang hanya sebuah aksi turun jalan. Membawa tulisan-tulisan kritikan, pelanggaran, berteriak-teriak menyuarakan yang “katanya” kebenaran. Namun tidak melakukan tindak nyata perubahan. Menurutku demo seperti itu hanya membuat mulut berbusa dan badan terlihat lebih hitam.
Pernyataan saya bukanlah pernyataan tidak berdasar. Karena saya sudah sering melihat bahkan sempat menjadi simpatisan demo yang menurut saya gak banget. Membakar ban, aksi di jalan raya, merusak fasilitas umum, menerobos lalu lintas dan lain sebagainya. Saya sempat melakukan itu. Namun sesudahnya saya berpikir “ apa yang saya dapat disini ? dan dampak apa yang terjadi ? jawabannya tidak ada.
Hal itu dipertegas lagi dengan seminar bertema politik (bukan parpol) yang saya sempat ikuti untuk mengisi waktu luang dan menambah ilmu tentunya. Seminar tersebut yang dihadiri salah satu anggota DPR. Disana saya mendapatkan bocoran yang sangat penting.
“Kalau boleh berkata jujur ya mbak mas? kalau teman-teman mahasiswa tau ketika kalian berdemo berteriak-teriak dan melakukan apapun lah didepan Gedung DPR. Sebenarnya orang-orang yang ada didalam gedung tidak mendengar suara apapunloh, makanya kita selalu menginginkan perwakilan dari kalian untuk menghadap ke kami”. Kata salah satu narasumber di seminar tersebut.
Mendengar hal itu, seharusnya kita sadar, bahwa berteriak-teriak itu tak ada gunanya. Saat ini kita membutuhkan seseorang yang melakukan tindakan nyata.
Jika demo tetap dilakukan seperti itu. Ketahuilah, mereka ingin melakukan perubahan, namun mereka justru menghancurkan jati diri mereka. Jati diri sebagai sebagai agent of change.
Jujur, saya lebih menyukai aksi damai yang dilakukan mahasiswa untuk sebuah perubahan. Karena hal itu lebih bijaksana daripada hanya berkoar-koar atas nama perbaikan.
Oke, bedakan aksi disini dengan demo itu sendiri karena keduanya jelas berbeda……………….
Tidak malukah dengan adek kita yang menulis surat untuk presiden dan tulisannya di apresiasi ? tindakan yang sederhan. Namun efeknya luar biasa. Bahkan hal itu nantinya tidak hanya akan menjadi cover sebuah Koran. Namun bakal dikenang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar